Langsung ke konten utama

Minimart Produk Segar sebagai Perluasan Cabang Pasar Tradisional

Sekilas tentang Perkembangan Ritel di Indonesia

Supermarket dan minimart menjamur di berbagai kota besar selama tiga dekade terakhir dan korbannya adalah pasar tradisional dan pedagang kelontong. Karena itu, ada desakan agar pembangunan supermarket dibatasi, khususnya pada lokasi yang berdekatan dengan pasar tradisional dan perkampungan.

Menurut survei Nielsen, jumlah pusat perdagangan, baik hipermarket, kulakan, supermarket, minimarket, convenience store, maupun toko tradisional meningkat hampir 7,4% selama periode 2003-2005. Perkembangan usaha ritel modern nasional sampai dengan tahun 2005 sungguh di luar dugaan.. Dari total outlet sebanyak 1.752.437 buah pada tahun 2003 menjadi 1.881.492 buah outlet di tahun 2005.

Sementara, pasar tradisional sangat menyerap tenaga kerja dan juga memberi kemudahan bagi konsumen dengan kemudahan akses bagi pemasok kecil termasuk petani. Dan yang terakhir, keunggulan pasar basah tradisional: tawar menawar, barangnya segar dan dekat dengan rumah.
Arah kebijakan perpres no. 112/2007, yang menyebutkan langkah-langkah pemerintah dalam upaya: (1) Pemberdayaan pasar tradisional agar dapat tumbuh dan berkembang serasi, saling memerlukan, saling memperkuat serta saling menguntungkan; (2) Memberikan pedoman bagi penyelenggaraan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern; (3) Memberikan norma-norma keadilan, saling menguntungkan dan tanpa tekanan dalam hubungan antara pemasok barang dengan toko modern; (4) Pengembangan kemitraan dengan Usaha Kecil, sehingga tercipta tertib persaingan dan keseimbangan kepentingan produsen, pemasok, toko moderen dan konsumen.

Menggagas Ritel Model Baru : Ritel Buah, Sayur dan Daging Segar

Keuntungan kompetitif pasar tradisional adalah harga rendah dan kesegaran produk yang dijualnya, sementara supermarket menyajikan tingkat kenyamanan dan kebersihan terbaik. Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) akanberupaya mendorong pengelola pasar tradisional untuk menjadi pasar spesialisasi sebagai upaya menghadapi persaingan dengan pasar modern. Pasar spesialisasi adalah pasar yang menyediakan satu macam barang kebutuhan bersama pelengkap lainnya yang saling mendukung. Yang berpotensi adalah membentuk pasar tradisional khusus menjual kebutuhan sayur-mayur dan daging segar. Pasar basah tetap menjadi tempat pilihan utama konsumen Indonesia untuk produk segar.

AC Nielsen Indonesia menyebutkan tren masyarakat membeli produk segar di pasar tradisional makin menurun, dan beralih ke pasar modern dipicu isu keamanan makanan, seperti isu penyakit flu burung, sapi gila, dan antraks pada ternak. Pada 2004, dibanding 2003, terjadi penurunan persentase konsumen yang berbelanja daging segar, ayam segar dan buah segar di pasar tradisional sebesar 3% (menjadi 67%) dan ikan segar menurun 5% (hingga tinggal 63% di pasar tradisional. Konsumen yakin membeli produk di pasar ritel modern, karena menilai pengelolanya melakukan seleksi serta pengecekan secara ketat pada setiap produk yang dipasok.

Pasar tradisional atau pasar basah selalu identik dengan suasana kumuh, jorok, tawar menawar yang rumit dan beragam atribut tak sedap yang lain. Keadaan ini tidak terlihat di Pasar Modern Bumi Serpong Damai (BSD) yang dikembangkan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE). Perkembangan ritel dalam format pasar modern memang memberikan alternatif belanja yang menarik bagi konsumen yaitu menawarkan kenyamanan dan kualitas produk, harga yang mereka berikan juga cukup bersaing dibandingkan dengan pasar tradisional, hal ini dimungkinkan mengingat besarnya kemampuan modal para peritel modern tersebut.

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penataan dan Pembinaan Toko Modern dan Pasar Modern merupakan bentuk regulasi yang mengatur Pasar dan Toko Modern, dengan tujuan agar lebih memperdayakan keberadaan pasar tradisional dan pengecer kecil. Sayangnya, RPP tersebut baru mengatur mengenai toko dan pasar modern saja dan belum diatur tentang pasar tradisional itu sendiri, sehingga hal ini menyebabkan belum tercapainya tujuan pemberdayaan pasar tradisional dan pengecer tersebut secara efektif.

Kendala dan Solusi

Untuk menghalau semua ancaman yang ada, para peritel lokal dapat memilih model Toko komunitas (community store) karena segmentasinya di dasarkan pada komunitas. Pemerintah harus mampu menganalisa secara keseluruhan strategi program dalam menghadapi globalisasi terhadap peritel kecil sehingga bisa tetap berdiri.

Permasalahan yang muncul dalam pengindustrian produk-produk segar (terutama sayur dan buah-buahan) secara garis besar tidak lepas dari empat elemen utama keberlanjutan bisnis, yaitu kualitas, harga, distribusi dan fleksibilitas.

Ketidakseragaman ukuran, bentuk, bobot, warna, kesegaran atau karakteristik komoditi, serta terbebasnya komoditi dari kerusakan fisik, kimia dan biologis adalah hal yang mesti dipertimbangkan untuk menjaga kualitas. Berbeda halnya dengan supermarket atau hypermarket yang telah menerapkan konsep jaminan mutu dan penangnan pasca panen yang lebih baik ( mulai dari penyediaan komoditi berdasarkan pengkelasan hingga penggunaan fasilitas penyimpanan komoditi untuk menjamin kualitas komoditi dalam kondisi penyimpanan tertentu), pasar induk maupun pasar basah masih belum menerapkan jaminan terhadap kualitas secara prima.

Dilain pihak, harga jual yang tinggi dibeberapa saluran pemasaran (terutama supermarket ) mampu memberikan perbedaan marjin keuntungan yang relatif tinggi dibandingkan dengan marjin keuntungan yang diperoleh para petani di lini on-farm. Selain itu, cara penanganan komoditi atau produk-produk segar yang sangat sederhana pada jalur distribusi melalui pasar-pasar induk atau pasar-pasar basah menjadi komoditi-komoditi tersebut memiliki harga jual yang lebih rendah.

Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah proses distribusi komoditi atau produk yang merupakan salah satu kegiatan dari manajemen rantai pasokan. Pola distribusi komoditi atau produk segar melalu terminal agribisnis (pasar induk) pada dasarnya telah dilakukan dengan baik di negara-negara tetangga, khususnya Singapura(Pasir Panjang Wholesaler Centre), Malaysia (Pasar Borong Batu Caves) dan Thainland (Talaad Thai). Sistem distribusi yang digunakan Singapura adalah dengan menyalurkan semua komoditi impor (diantaranya dari Amerika Serikat, Australia, RR Ciana, Uni Eropa, Malaysia, Thailand dan Indonesia) melalui Port of Singapura, yang kemudian oleh importir lokal dijual di Pasir Panjang Wholesale Centre. Dari pasar induk inilah semua komiditi didistribusikan melalu distributor-distributor lokal ke pasar ritel, pasar basah, supermarket, hypermarket, hotel, restoran dan perusahaan jasa boga, untuk selanjutnya tiba di konsumen rumah tangga.

Sementara, di Indonesia hal yang menarik untuk dikaji adalah jalur distribusi produk segar ke konsumen melalui jaringan ritel, supermarket maupun hypermarket. Di Indonesia, jumlah produk lokal masih mampu bersaing dengan produk impor, dengan harga yang tentu saja lebih murah.

Manajemen pasokan produksi segar yang terencana dengan baik menjadi semakin penting. Pembentukan rantai pasokan komoditi lokal secara prima dari on-farm ke berbagai usaha ritel maupun industri pengolahan diharapkan dapat dikembangkan, tidak hanya untuk menggeser kedudukan komoditi-komoditi impor, tetapi juga untuk meningkatkan nilai tambah (aspek fleksibilitas) komoditi- komoditi segar. Oleh karena itu, kebijakan strategis yang harus ditempuh adalah pengembangan kegiatan on-farm di daerah-daerah pemasok yang subur di sekitar Jakarta (misalnya Jawa Barat, Banten dan Lampung), yang diintegrasikan pula dengan penanganan pasca panen (lini off farm).

Pemasok untuk lebih profesional karena mereka harus mengantar barang tersebut sesuai jadwal dan memiliki laporan keuangan yang diaudit. Para pemasok saat ini tidak lagi mudah terkena dampak perubahan harga karena penetapan harga telah disepakati dalam kontrak. Hambatan lain dalam membuat pasar tradisional spesialisasi menjual daging-segar adalah mulai maraknya daging impor yang dipasarkan di Indonesia.

Untuk mencapai keberhasilan bisnis ritel harus memperhatikan dua hal: manajemen persediaan dan hubungan dengan pemasok. Manajemen persediaan menjadi penting karena persediaan yang terlalu banyak menjadikan kelebihan working capital karena over-stock. Over-stock tersebut lama kelamaan akan menjadi dead-stock karena usang, kadaluwarsa, perubahan selera, atau sebab lainnya. Sementara persediaan yang terlalu sedikit justru mengakibatkan lost of opportunity atau lost of sales. Hubungan yang baik dengan pemasok juga menjadi faktor kesuksesan setidaknya mereka bisa menjamin product availability. Harapan ke depan, pasar tradisional sebagai penyedia utama produk segar tetap menjadi favorit masyarakat dan memperluas wilayah pemasaran dengan wajah barunya sebagai minimart buah, sayur dan daging segar.


Sumber referensi :
http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=Ul1XC1YAUFRW
http://politikana.com/baca/2009/09/03/jaringan-ritel-lokal-hadapi-globalisasi.htmla
http://www.kontan.co.id/index.php/Nasional/news/9745/Peritel_Tetap_Menolak_Beleid_Trading_Term_
http://guswaiway.blogspot.com/2009/03/siapa-butuh-peraturan-menteri.html
http://www.baliprov.go.id/main/index.php?op=berita&id=1216949565
http://www.kppu.go.id/baru/index.php?type=art&aid=1091&encodurl=04/09/10,08:04:32
http://bloghendrigmail.blogspot.com/2009/12/menyoal-kebijakan-sektor-ritel.html

Komentar